}

Thursday, December 8, 2011

Pengepungan Teroris



Jumat malam 7 agustus 2009, aku dan keponakanku Arifin terkejut saat menyimak siaran berita di TV One . Telah terjadi baku tembak antara DENSUS 88 dengan yang diduga Nordin M Top di kecamatan Kedu, Temanggung. Oprasi yang dimulai sekira jam 05.00 sore DENSUS 88 dibantu polda Jateng. Dengan nada pelan, latar gelap, tampak beberapa pasukan DENSUS 88 lengkap dengan atributnya lalu lalang di belakang Ecep Y. Yasa selaku reporter TV One.  ketika itu Ia melaporkan secara langsung.

Momen ini tak boleh terlewatkan begitu saja. Sungguh beruntung, letakku  saat itu tak lebih dari dua puluh kilo meter dari lokasi pemberitaan, sempat terbesit malam itu harus berangkat ke tempat kejadian. Nampak seru bila bisa menyaksikan pengepungan bukan hanya dari layar kaca saja. "mangkat yo ... " aku coba tawarkan pada Arifin. "ah, emoh mas, wes mbengi. Nek sesok aku gelem " jawabnya. Malam semakin panjang kerena kagol ati.

Sekira pukul 09.00 pagi, aku telah selesai mandi, juga tak lupa berkemas dengan mengecek satu persatu barang bawaan untuk kubawa ke Jogja, tentunya setelah menyaksikan rentetan dan dahsyatnya dentuman bom yang akan hancurkan tubuh Nordin M Top. Sampai aku selesai berkemas, belum juga nampak batang hidunnya keluar dari kamar tidur, mungkin itu sudah menjadi soal dari semalaman tak tidur. Mungkin karena tak sabar, aku menuju beji seorang diri, "wuss..."

Sekira dua puluh menit perjalanan, Aku tiba di dilokasi. Tempat pengepungan berjarak tiga kilo meter dari kecamatan Beji, lima kilo dari kabupaten temanggung kearah utara. Dari tempatku parkirkan kendaraan, tampak bondongan manusia, dari anak kecil, ibu-bapak, juga lansia berjalan lambat . mereka berjalan dari  jalan utama yang melintasi kecamatan beji masuk menuju tempat kejadian. Sama halnya aku mereka ingin melihat keluarnya amunisi  revolver dari pasukan yang dijejer sesuai formasi untuk membidik target sasaran, itu bila terkabul.  Untuk sampai pada lokasi, aku harus melewati Jalan aspal sekira dua depa lebarnya melewati persawahan luas dengan tanaman tembakau.

 Treee...tt.. Treee...tt.. Dari kejauhan suara tembakan senjata otomatis terdengar nyaring. Bondongan warga tererheti di depan beberpapa pasukan brimob yang bertugas menjaga batas radius aman. Dumm.... suara dentuman bom daya ledak rendah terdengar lantas. "Wah... nordin pasti mati "  salah seorang dari rombongan yang berada di depanku berkata dengan nada tinggi. Semua warga sipil hanya dapat menyaksikan pengepungan dari batas radius aman. Rumah yang menjadi tempat persembunyian target oprasi ada di sudut kampung, bercatkan hijau muda, beratap genting yang telah aus,  tepat di tepi jalan, tampak di belakanya gundukan seperti bukit namun lebih kecil, berdiri juga sepasang gapura sebagai pintu gerbang desa beji di sudut kanan rumah itu. Hanya itu yang dapat tertangkap dari mataku.

Batas radius aman tak lebih dari limaratus meter dari rumah yang setengah hancur itu. Meski telah dijaga pasukan keamanan, namun tak sedikit warga yang nekat menerobos batas. Apalagi target sasaran tembak, untuk dapat melihat rumah yang di bombardir saja sangat sulit, bermacam-macam cara aku juga warga lainya lakukan, dari memanjat pohon, naik ke atas bukit, adapula yang menjadikan batu nisan untuk pijakan. Kebetulan batas radius aman berada tepat di pemakaman umum.

Setelah lebih dari satu jam  berpanas-panasan, aku mencoba untuk mencari tempat yang lebih nyaman. " Sini lo mas, disini nggak panas ". lelaki setengah baya coba menegurku. Ia hanya berjarak sekira sepuluh meter di belakangku. " Dia itu orangnya biasa saja kok, setiap harinya juga pergi kesawah, warga sekitar nggak ada yang curiga sama pak muhjahri ." ia berbincang dengan lelaki disebelahnya. Pak muhjahri adalah pemilik rumah yang menjadi tempat pengepungan. Kami berteduh di sebuah bangunan berukuran meter persegi. Masing-masing dari kami bertiga duduk disebilah batu bata,dengan bersanadarkan beton. Dibelakang kami tersandar keranda berwarna hijau, juga meja dari besi dengan jari-jari sejajar dibagian atas.

Dari bukit tepat di belakang rumah sembunyi, target dihujani amunisi. Tak lama berselang terdengar pula dua kali dentuman bom berurutan dijemput rentetan senjata otomatis. Suasana mencekam. Makin lama, dentuman bom semakin rapat. Tree...t Treet.. Dom...Tree...t.. Dum...Treet...trtrtee Tkpernah menduga sebelumnyaak bila ternyata dahsyatnya pengepungan teroris itu seperti pesta petasan di kampungku kala perayaan Hari Raya Idul Fitri.