“Pendidikan in-formal itu adalah pendidikan yang diberikan bukan lewat forum formal, tapi pembelajaran dengan sistem itu bisa dilakukan dimana aja, seperti yang lagi kita lakuin sekarang ini . Paham !“ Pimpinan bidang pengkaderanku dengan suaranya yang lantang mencoba mengulang kalimat yang sebenarnya nggak cuma sekali ini aku dengar. dari situ aku akan buka cerita ini. Dari onani pikiran sampai begadang sampai pagi aku lakoni hingga aku bisa memulai cerita ini, dan memang inilah sebagian dari cerita tentan perjalanan hidupku. Tapi tak apa lah yang penting aku bisa cerita dan kalian sebagai pembaca paham akan apa yang aku sampaikan, jika memang acakadut itu urusan belakang.
Selasa malam kira-kira jam sebelas bersama temanku Sakti namanya dialah yang paling keple diantara kami tiba di rumah Bang Juri dan lansung menuju halaman belakang , disitu berdiri sebuah joglo atau rumah adat jawa tengah, yang beralih fungsi menjadi tempat nongkrong . Ya, kedatangan kami seakan menghentikan asyiknya perbincangan mereka. nggak tau juga sih mereka lagi ngomongin apa, karena aku juga baru sampai.
Obrolan kami dimulai dengansaling ledek, dan membahas hal-hal yang kurang penting, suatu hal yang wajar dalam komunitas terjadi saling ejek satu sama lain. Dengan ditemani beberapa babang rokok perbincangan terus berlanjut, terus ngobrol dengan tema yang nggak jelas, karena pada awalnya tujuan kita ketempat tersebut hanya untuk sharing semata. Dari cerita tentang evaluasi acara Keadilan Fair, membahas personal anggota lembaga, sampai pada keredaksian. Aku dan kedua temanku Sakti dan Ferry bisa dibilang pengurus Keadilan yang baru dilantik kemarin sore alias baru, kami bak seorang nelayan yang butuh pertolongan karena kapal yang kami tumpangi karam tertelan ombak di tengah lautan, dan itulah sebabnya kami bertiga harus selalu menggali ilmu dari pengurus yang lebih senior dari kami.
Yogie Joel dalam struktus terpampang jelas sebagai REDPEL dikeadilan, sewajarnya jika dia lebih paham dengan hal-hal yang berhubungan dengan keredaksian, dan tak heran pula jika kami berlima akan lebih tertunduk untuk menyimak setiap apa yang ia paparkan. Berbeda dengan Bang Juri, yang lebih paham dengan sistem dan teori kaderisasi.
Singkat cerita, setelah kami terus berbincang dan ketawa-ketiwi satu persatu dari kami pun terlihat tak tahan lagi menahan kantuk, karena tanpa terasa hari sudah pagi. Sebelum aku bersama kolega beranjak dari kursi tua itu, kami mendapatkan ide untuk membuat grup menulis acakadut dengan nama KABITHA dengan maksud untuk melatih skill menulis dari kami semua. Hingga pagi itu kesepakatan menjadi penutup obrolan kami. Sebelum keluar dari pintu gerbang tak lupa kami sempatkan untuk minta pamit. Balek sek yo Jur..satu persatu dari kami ucapkan kalimat tersebut.
No comments:
Post a Comment